Kamis, 28 Maret 2013

Menjaga Diri Dari Ikhtilat


Bismillahirrahmanirrahim
Teruntuk : Saudari seiman, akhwat fillah.

Menjaga Diri dari ikhtilat memanglah tak mudah, tak juga dalam waktu sekejap dapat bebas darinya. Kita berada di lingkungan biasa, lelaki ajnabi pun berkeliaran disekitar kita.
Duhai antunna sekalian, adakah hati kian pilu, perasaan sedih menyelimuti diri kala hati lalai terjaga. Adakah semburat ketakutan dirimu ketika kau tak mampu menahan diri..
Jaga diri dari ikhtilat, jaga tingkah dari tabarruj.

Dahulupun kita menyimpan salah, pada masa jahil sebelum datang cahaya dari-Nya.
Melanggar tanpa tahu apapun, tertawa lepas tanpa takut di azab.
Kini, ketika cahaya darinya menyinari hati. Akankah kita menyia-nyiakan nikmat yang diberikan oleh-Nya?
Jika ingin berhijrah, kenapa mesti setengah-setengah? Yakinkan diri anti, Berjuang demi tegakkan asma Illahi. Tak perlu peduli omong orang, Awesome kita dimata Allah lebih utama.

Pompa semangat menuntut ilmu, Beranikan diri berjihad melawan nafsu, kuatkan Tekad menjalankan sunnah, jaga hati dari fitnah dunia.
Hindari ikhtilat... Hindari ikhtilat,
Allah cipta aturan untuk kebaikan hamba.

Luruskan kekeliruan yang sempat kau buat,
Ketika syahwat belum mampu kau bendung,
Ketika kau merasa dekat pada sang ikhwan,
Bela diri dengan lambang sang kawan.

tak ada pengecualian ukhti,
Meski dia kawan dekatmu, kawan akrab, dan kau anggap saudara
Dia tetaplah HARAM bagimu
Tak ada yang dapat menjamin kemurnian rasamu
Biarlah yang lalu berlalu seiring kenangan,
Berubahlah, tahap demi tahap istiqomah di jalan-Nya

Afwan atas segala kekeliruanku,
Atas segala khilaf yang pernah kubuat,
Atas perkara yang belum kupahami,
dan Atas benteng yang pernah terabai


#Mujahidah sekolah biasa, Keep spirit. Dakwah Adalah Cinta, Muhasabah diri lebih utama:)

Rabu, 27 Maret 2013

Kisah indah antara Ali dan Fatimah


"Duhai Allah, sungguh aku merindukan diri-Mu. Merindukan Cinta dari-Mu. Maka jagalah aku dan hatiku agar senantiasa terkunci atas apa yang bukan milikku dan apa yang belum halal untukku. Jadikanlah rasa cintaku sebening air mata pada sosok yang engkau takdirkan untukku, pada seorang pemuda yang engkau cipta untukku. Pertemukanlah kami dalam keadaan halal, dan jagalah hati kami dari gemerlap dunia. Kuatkan iman kami dan istiqomahkan hati kami. Dariku untuk keberadaan yang masih dirahasiakan Allah, Tulang rusuk seorang pemuda yang mencintaiku karena Allah azza wa jalla"

"Sebuah Kisah Cinta yang begitu indah nan syahdu, kisah yang dirindukan oleh tiap muslim dan muslimah yang tertambat hatinya kepada sang Pemilik Cinta"

Figur Ali Bin Abi Thalib dan Fatima Az-Zahra
Salah seorang wanita dunia yang memiliki keistimewaan di syurga dan menjadi junjungan seluruh penghuni syurga termasuk bidadari adalah Fatimah Az-Zahra (anak dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan Khadijah binti Khuwalid). Fatimalah yang merupakan satu-satunya puteri yang paling dikasihi oleh Rasulullah selepas kewafatan isterinya yang paling dicintai. Fatimah lah wanita terkemuka di dunia dan penghuni syurga di akhirat yang memahami sifat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamFatimah dalam jodohnya dipilihkan oleh Rasulullah bukanlah memandang harta, tetapi memandang agamanya. Meskipun semua laki-laki yang melamarnya tidaki meragukan agamanya dan kesholehannya,Rasulullah dengan pertimbangan lain justru Ali bin Abi Thalib yang dipilihnya untuk dijadikan suami anak kesayangannya itu.

Bersuamikan Ali bin Abi Thalib bukanlah satu kebanggaan yang menjanjikan kekayaan harta. Karena Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang daripada empat sahabat yang sangat rapat dengan Rasulullah merupakan sahabat yang sangat miskin berbanding dengan yang lain (Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan). Namun jauh di sanubariRasulullah tersimpan perasaan kasih dan sayang yang sangat mendalam terhadap Ali bin Abi ThalibRasulullah pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib,
“Fatimah lebih kucintai daripada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia daripada dia.” (HR Abu Hurairah).

Dengan demikian wanita pilihan untuk lelaki pilihan. Fatimah mewarisi akhlak ibunya Siti Khadijah. Tidak pernah membebani dan menyakiti suami dengan kata-kata atau sikap. Senantiasa senyum menyambut kepulangan suami hingga hilang separuh masalah suaminya. Dengan mas kawin hanya 400 dirham, dia memulakan penghidupan dengan wanita yang sangat dimuliakan Allah di dunia dan di akhirat. Dan ’Ali pun menikahi Fathimah, dengan menggadaikan baju besinya kepada Ustman bin Affan itulah, dan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Rasulullah berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Kemudian Rosulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”. Selanjutnya Rasulullah mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).




Rumah tangga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Dalam suatu kisah menceriterakan tentang keadaan rumah tanggal Ali bin Abi Thalib yang hidup miskin dan serba kekurangan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik-baik wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”. Itulah jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Fatimah mengadukan keadaan keluarganya.

Suatu ketika, Rasulullah keluar dari rumah Fatimah dengan tanda-tanda kemarahan di wajahnya. Padahal beliau baru saja sampai di rumah Fatimah. Sikap itu sebagai reaksi beliau atas penampilan anaknya yang mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, serta selot pintu rumah yang terbuat dari bahan sejenis perak. Karena memahami sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamFatimah segera mencopot perhiasan dan selot pintu dan menyerahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. :
“Jadikanlah semua ini di jalan Allah, ya ayahku”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat terharu, dan bersabda “Sungguh kamu telah melakukannya, wahai anakku. Ketahuilah, dunia ini bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah sebesar sayap nyamuk, tak akan ada orang kafir diberi minum setetespun”.

Bukannya Ali bin Abi Thalib tidak mau menyediakan seorang pembantu untuk isterinya tetapi memang keadaan kefakiranlah yang sedemikian rupa. Ali bin Abi Thalib pun cukup memaklumi isterinya yang setiap hari menguruskan anak-anak, memasak, membasuh dan menggiling tepung, dan yang lebih memenatkan lagi bila terpaksa mengambil air melalui jalan yang berbatu-batu jauhnya sehingga kelihatan tanda di bahu kiri dan kanannya. Suami mana yang tidak sayang kepada isterinya. Pada suatu ketika bila Ali bin Abi Thalib berada di rumah turut menyinsing lengan membantu istrinya menggiling tepung di dapur. “Terima kasih suamiku,” bisik Fatimah kepada suaminya. Usaha sekecil itu, di celah-celah kesibukan sudah cukup berkesan dalam membelai perasaan seorang isteri.



Curahan Hati Fatimah Az-Zahra
Suatu hari, Rasulullah masuk ke rumah anaknya, didapati puterinya (Fatimah) yang berpakaian kasar itu sedang mengisar biji-biji gandum dalam linangan air mata. Fatimah segera mengesat air matanya tatkala menyedari kehadiran ayahanda kesayangannya itu. Lalu ditanya oleh baginda, “Wahai buah hatiku, apakah yang engkau tangiskan itu? Semoga Allah menggembirakanmu.”. Dalam nada sayu, Fatimah berkata, “Wahai ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat kerana terpaksa mengisar gandum dan menguruskan segala urusan rumah seorang diri. Wahai ayahanda, kiranya tidak keberatan bolehkah ayahanda meminta suamiku menyediakan seorang pembantu untukku?”. Rosulullah tersenyum seraya bangun mendapatkan kisaran tepung itu. Dengan lafaz Bismillah, Rosulullah meletakkan segenggam gandum ke dalam kisaran itu. Dengan izin Allah, maka berpusinglah kisaran itu dengan sendirinya. Hati Fatimah sangat terhibur dan merasa sangat gembira dengan hadiah istimewa dari ayahandanya itu. Habis semua gandumnya dikisar dan batu kisar itu tidak akan berhenti selagi tidak ada arahan untuk berhenti, sehingga Rasulullah menghentikannya. Bersabdalah Rasulullah dengan kata-kata yang masyhur, “Wahai Fatimah, Gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas, namun ayahanda memilih untuk keluarga kita kesenangan di akhirat.” Jelas, Rasulullah mau mendidik puterinya bahawa kesusahan bukanlah penghalang untuk menjadi solehah.

Ayahanda yang penyayang terus merenung puterinya dengan pandangan kasih sayang, “Puteriku, mahukah engkau kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?”. “Tentu sekali ya Rasulullah,” jawab Siti Fatimah kegirangan. Rasulullah bersabda, “Jibril telah mengajarku beberapa kalimah. Setiap kali selesai sembahyang, hendaklah membaca ‘Subhanallah’ sepuluh kali, Alhamdulillah’ sepuluh kali dan ‘Allahu Akbar’ sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca ‘Subhanallah’, ‘Alhamdulillah’ dan ‘Allahu Akbar’ ini sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada Siti Fatimah. Semua pekerjaan rumah tangga dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna meskipun tanpa pembantu rumah. Itulah hadiah istimewa dari Allah buat hamba-hamba yang hatinya sentiasa mengingatiNya.



Penggiling Syair, Fatimah dan Rasulullah SAW
Suatu hari masuklah Rasulullah menemui anandanya Fathimah Az-Zahra radhiallahu ‘anhadidapati anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah bertanya kepada anandanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, Semoga Allah tidak menyebabkan matamu menangis”. Fathimah berkata, “Ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumah tanggalah yang menyebabkan ananda menangis”. Lalu duduklah Rasulullah di sisi anandanya. Fathimah melanjutkan perkataannya, “Ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta ‘Ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah”.

Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya “Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah. Rasulullah meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah berkata kepada gilingan tersebut, “Berhentilah berputar dengan izin Allah”, maka penggilingan itu berhenti berputar. Lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, “Ya Rasulullah, demi Allah, Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah suatu ayat yang berbunyi : 
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan”. (QS. At-Tahrim 66:6)
Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, “Bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-Zahra di dalam syurga”. Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.




Nasehat Rasulullah pada Fatimah 
Dengan senyum, Rasulullahkemudian menasehati dan memberikan pesan-pesan kepada Fatimah Az-Zahra, diantaranya :

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada anandanya,

“Jika Allah menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat."

"Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat."

"Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit."

"Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang."

"Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat."

"Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do’akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah?."

"Ya Fathimah, apabil seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat."

Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.

"Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat."

"Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), “Teruskanlah amalmu maka Allah telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang”."

"Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyakkan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga seta Allah akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat”. (Syarah ‘Uquudil lijjaiin-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani)." 



Awal mula Cinta Ali Bin Abi Thalib kepada Fatimah
Sekarang apa rahasia Ali bin Abi Thalib mencintaiFathimahFathimah adalah teman karib semenjak kecil, puteri tersayang Rasulullah, sedangkan Ali bin Abi Thalibadalah sepupu Rasulullahyang mempesona, baik kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya maupun kecerdasannya. Ali bin Abi Thalib sejak Fatimah masih kanak-kanak sudah memperhatikan sifat dan tingkah lakunya, yaitu pada suatu hari ketika ayahnya (Rasulullah) pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan dengan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah (sang ayah yang Tepercaya) tidak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik (Fatimah) itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah, di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Ali bin Abi Thalib tak tahu apakah rasa itu (selalu memperhatikan sifat dan tingkah laku Fatimah) disebut cinta?. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan bahwa Fathimah dilamar oleh seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin Ali bin Abi Thalib. Ia merasa diuji karena merasa, apalah ia dibanding dengan Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara Ali bin Abi Thalib bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib) semasa kanak-kanak kurang pergaulan. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Siapa budak yang dibebaskan Ali bin Abi Thalib? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Ali bin Abi Thalib hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.






Kegundahan Ali bin Abi Thalib

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam Ali bin Abi Thalib. ”Aku mengutamakanAbu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”. Cinta tak pernah meminta untuk menanti, tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah SWT menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak, dan Ali bin Abi Thalib terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri menyambut Fathimah. Tapi, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut, yaitu Umar bin Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.Umar bin Khaththab memang masuk Islam belakangan, sekitar tiga tahun setelah Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar bin Khaththab dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali bin Abi Thalib mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku masuk bersama Abu Bakar danUmar bin Khaththab..”. Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasulullah, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar bin Khaththabmelakukannya?. Ali bin Abi Thalib menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

Umar bin Khaththab telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’. Umar bin Khaththab adalah lelaki pemberani, sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib), sekali lagi sadar. Bila dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah, apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. Umar bin Khaththab jauh lebih layak, dan Ali bin Abi Thalib pun ridha.



Keteguhan Hati Ali

Sekali lagi cinta tak pernah meminta untuk menanti. tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan. Maka Ali bin Abi Thalib pun bingung ketika mendengar kabar lamaran kedua oleh sahabat Rasulullah yaitu Umar bin Khatthab juga ditolak.

Ingin menantu macam apa kiranya yang dikehendakiRasulullah? Yang seperti ’Utsman bin Affan, sang miliyader yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri Ali bin Abi Thalib. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?.


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunannya. "Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Rosulullah.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!” Ali bin Abi Thalib pun menjawab ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”



Pelamaran Fatimah Az-Zahra

Ali bin Abi Thalib pun menghadapRasulullah, maka dengan memberanikan diri untuk menyampaikan keinginannya menikahi Fathimah. Ya, menikahi, dengan sadar secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah SWT Maha Kaya.

Lamarannya terjawab, ”Ahlan wa sahlan!” . Kata itu meluncur tenang bersama senyumRasulullah. Dan Ali bin Abi Thalib pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ujar sahabat Ali bin Abi Thalib ”Entahlah..” jawabnya ”Apa maksudmu?” Tanya sahabatnya kembali ”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban ?” tanya Ali kepada sahabatnya ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka. ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” penjelasan kawannya pun mengurai senyum di wajah Ali bin Abi Thalib



Saat yang dinanti-nantikan telah tiba ’ Ali bin Abi Thalibpun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Rasulullahberkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali bin Abi Thalib adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” . Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’ Ali bin Abi Thalib. Ia mempersilakan, atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan, dan yang kedua adalah keberanian. Ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi (Fathimah) dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”. Ali bin Abi Thalib terkejut dan berkata, “Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”. Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”.

Kemudian Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”. Selanjutnya, Rasulullah mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (Kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2 : 183, Bab 4).

#Subhanallah, Allahu Akbar, Maha suci Allah :)

Jumat, 15 Maret 2013

Muhasabah Diri


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Tiada Tuhan selain Allah. Banyak sekali ahli ibadah yang bodoh, pemeluk agama yang tidak berpengetahuan, dan orang mengaku berilmu tetapi tidak mengenal hakikat agama. Mereka semua rusak karena berbagai prasangka dan tipuan.
(Ibnu Qayyim al-Jauziyah)

Rasulullah Saw, bersabda :
"Segeralah beramal saleh (Sebelum Ujian Datang), seperti sebagian malam yang yang gelap. Pagi hari seseorang beriman, tetapi sorenya dia kafir. Atau, sore hari dia beriman, tetapi paginya dia kafir. Dia menjual agamanya dengan kesenangan duniawi,"
(HR Muslim)

Ada dua faktor kebodohan besar yang membuat bencana dan ujian dapat memalingkan seseorang dari menjalankan hakikat agama. Pertama : Tidak tahu hakikat agama itu sendiri. Kedua : Tidak mengetahui kenikmatan hakiki yang menjadi tujuan pencarian dan kesempurnaan jiwa, serta yang membuatnya merasa senang dan nyaman. Kedua faktor tersebutlah yang membuat sesorang berpaling dari melaksanakan hakikat agama dan tidak mencari kenikmatan hakiki.

Jelaslah bahwa hamba yang sempurna adalah yang mengenal kenikmatan hakiki yang dia cari dan usaha apa saja yang bisa membuatnya memperoleh kenikmatan tersebut. Dia juga harus bertekad kuat untuk berusaha dan mencintai kenikmatan itu secara tulus. Sebab, mengandalkan pengetahuan dan cara saja tidaklah cukup membuat seseorang bisa memperoleh kenikmatan jika tidak dibarengi usaha. Demikian pula keinginan kuat tidaklah bisa mendatangkan apa yang kita inginkan kecuali jika diiringi dengan kesabaran.



Oleh karena itu, kebahagiaan, kesenangan, kenikmatan yang sempurna tegantung pada lima faktor:
1. Mengetahui kenikmatan hakiki yang dicari
2. Mencintainya
3. Mengetahui cara memperolehnya
4. Berusaha meraihnya dengan cara tersebut
5. Bersabar mendapatkannya

Allah Subhana Wata'ala, berfirman:

"Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, serta yang saling menasehati supaya menaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran"
(Al-Ashr: 1-3)

Intinya, Dua faktor yang mendasari munculnya ujian diatas pangkalnya adalah tidak mengenal Allah dan agamanya, serta janji dan ancaman-Nya.

allahu'alam bishawab.

doa imam shafie










إلـيــك إلـــه الـخـلـق أرفــــع رغـبـتــي
kupersembahkan kepadaMu tuhan sekelian makhluk harapanku

I submit my hopes to You, O Lord of all creation,



وإن كـنـتُ يــا ذا الـمــن والـجــود مـجـرمـا
sekalipun aku seorang yang berdosa wahai yang Maha pemberi dan pemurah

Though I am, O The Provider, Most Generous, a sinner,


ولـمــا قـســا قـلـبـي وضـاقــت مـذاهـبــي
tatkala keras hatiku dan sesak perjalanan hidupku

When my heart is hardened, and my life is constricted,


جـعـلـت الـرجــا مـنــي لـعـفـوك سـلـمــا
kujadikan rayuan daripadaku sebagai jalan mengharap keampunanMu

I turn to my submission as the way to Your pardon,


فـمـا زلــتَ ذا عـفـو عــن الـذنـب لــم تـزل
maka bilamana Engkau yang memiliki keampunan menghapuskan dosa yang berterusan ini

Thus when You, The All-forgiving, wipe clean my continuing sins,


تــجــود و تـعــفــو مــنـــة وتـكــرمــا
kurniaanMu dan keampunanMu adalah rahmat dan kemuliaan

Your gift and Your clemency is a boon and an exaltation to me.



ألــســت الــــذي غـذيـتـنـي وهـديـتـنــي
bukankah Engkau yang memberi aku makan dan hidayah kepadaku

Is it not You who nourishes me, guides me?


ولا زلــــت مـنـانــا عــلـــيّ ومـنـعـمــا
dan jangalah Engkau hapuskan kurniaan anugerah dan ni'mat itu kepadaku

Therefore cease not your benevolence and bounty to me,



عـسـى مــن لــه الإحـســان يـغـفـر زلـتــي
semoga orang yang memiliki ihsan mengampunkan kesalahanku

May those who have obtained excellence forgive me my trespass,


ويـسـتــر أوزاري ومــــا قــــد تـقــدمــا
dan menutup dosa2ku dan setiap perkara yang telah lalu

And parade not my wrongdoings and things that have passed.



فــإن تـعـف عـنــي تـعــف عـــن مـتـمـرد
sekiranya Engkau ampunkan aku, ampunkan dari kederhakaan

Should You forgive me, O Lord, absolve me of my treachery,


ظــلــوم غــشــوم لا يــزايـــل مـأتــمــا
kezaliman, penganiayaan yang tak akan terhapus di hari berhimpun kesedihan

My injustice, that will be pardoned not on the day when grief is recollected,


و إن تنـتـقـم مــنــي فـلـســت بــآيــس
dan jika Engkau membalas siksa terhadapku, aku tidak akan berputus asa

But should you recompense my wrongs with your torment, still I will not lose hope,




ولـــو أدخـلــوا نـفـسـي بـجــرم جـهـنـمـا
sekalipun dosa2ku itu memasukkan diriku ke dalam neraka

Even as my trespass lands me in the Fire.




فصيـحـا إذا مــا كــان فـــي ذكـــر ربـــه
dia adalah seorang yang fasih ketika menyebut/mengingati tuhannya

He is the one who speaks only in remembrance of his Lord,


وفيما سواه في الورى كان أعجما
dan bilamana dia bersama selain tuhannya di dunia ini dia membisu

And when he is with others in this world, he is silent,


يـقــول: حبـيـبـي أنـــت سـؤلــي وبغـيـتـي
dia berkata: Kekasihku, Engkaulah tempatku meminta dan berharap

Thus he says, "O my love, You are the One I beseech to, on Whom I place my faith,


كـفــى بـــك للـراجـيـن ســـؤلا ومـغـنـمـا
cukuplah Engkau bagi yang berharap sebagai tempat bergantung dan memohon

Enough is You for those in need for their dependence and their pleas".



أصـــــون ودادي أن يـدنــســه الـــهـــوى
kupelihara kasihku yang dicemari nafsu

Thus I defend my love, though they be tainted with worldly lust,


وأحــفــظ عــهــد الــحـــب أن يـتـثـلـمـا
dan aku jaga janji kasih yang telah tercalar

Thus I protect this promise of devotion, marred though they may be,


فـفـي يقظـتـي شــوق وفــي غـفـوتـي مـنــى
di saat kujaga, aku rindu, dan di saat kulelap aku berharap

In my waking moments, I pine for You, In my slumber, I hope for You,



تــلاحــق خــطــوي نــشــوة وتـرنــمــا
mengiringi langkahku dengan penuh semangat dan berulang2

Walking beside me, full of hope,



فـجـرمـي عـظـيـم مـــن قـديــم وحــــادث
maka dosaku adalah besar dari dulu dan kini

Thus though my sins are mountainous, then and now,


وعـفــوك يـأتــي الـعـبـد أعـلــى وأجـسـمـا
sedang keampunanmu yang mendatangi hamba adalah lebih agung dan lebih mulia

#http://nurfarhana930.blogspot.com