SaXti Entertainment
Mempersembahkan
.....
“Palestine,
Pijakkan kakimu demi Palestina”
Drama yang diangkat dari sebuah novel karya Vanny Chrisma
Purnama Untuk Palestine
Penulis Naskah :
Indira Yunita Alie
Tokoh
1.
Palestine :
Gadis Gaza yang sangat pemberani. Gaya bicaranya terlihat angkuh karena dia
tidak
ingin dipandang lemah, ayahnya
mengajarkannya untuk menjadi gadis yang kuat, tidak cengeng dan tidak gampang
percaya kepada orang lain. Sedikit keras kepala dan memiliki prinsip dalam
mengambil keputusan.
2.
Yaanan :
Pemuda yang memiliki hati yang tulus dan lembut. Perhatian dan Semangatnya ia
curahkan untuk mengurus segala keperluan
pengungsi di kamp Jabaliyah. Tujuan hidupnya juga ingin menjadi seorang
Mujuhadah Palestina. Dia begitu
perhatian dan lembut hati kepada siapa saja, terutama kepada Palestine. Gadis kecil
dengan perangai gadis Palestina yang kuat, dulu ditemuinya pertama kali kamp
pengungsian Jabaliyah.
3.
Khalifah Al-Barra : Pemuda yang memiliki keberanian dan tekad yang kuat
untuk memperjuangkan
bangsanya. Tujuan hidupnya, ia ingin
menjadi HAMAS. Menumpas kejahatan yahudi dan
memerangi mereka dijalan Allah. Melindungi dan menyelamatkan tanah Palestina.
4.
Moniroth :
Seorang relawan Rusia yang mencintai tanah Palestina dan juga Palestine, gadis
kecilnya. Dia senang membantu para
pengungsi untuk menyediakan bahan-bahan kebutuhan mereka. Moniroth lah yang
berusaha keras untuk mendapatkan informasi mengenai ayah Palestine, hingga
akhirnya ia disekap di penjara Israel. Semua itu demi Palestine, dan akhirnya
ia menemukan bibi Palestine.
5.
Muslim :
Dia adalah penjihad yang sangat baik hati. Dia ingin membalaskan darah
orang-orang
Palestina yang
senantiasa ditindas oleh Bani Israel. Menjadi syuhada adalah impiannya.
6.
Hebrew :
Sosok tentara Israel yang sangat keji, sombong, dan angkuh. Ia dengan tega
membunuh anak-anak
kecil Palestina dengan tembakannya. Ia berpendapat bahwa
anak-anak Palestina harus dibunuh karena
hanya akan menjadi generasi Hamas, musuh Israel.
7.
Benjamin :
Seorang tentara Israel yang tidak jauh berbeda dari yang lainnya. Berhati keji,
dan
senang menindas
bangsa Palestina. Alasannya menjadi tentara Israel, karena dia ingin
melindungi Israel dan menghabisi Palestina.
PROLOG
Langit menangis untuk Palestine
Mungkin Allah,..
Mungkin Allah,..
Dialah Tuhan yang sebenar-benarnya,
Hidupkan sesuatu yang mati,
Diam, lunglai, menjadi mayat
Langit
menangis, ketika gadis itu terdiam
Hujan
yang jatuh tidak pada musimnya,
Tahukah
kau hujan apa itu?
Ialah
hujan tangis dari orang-orang palestina
Untuk Palestine,
Tidak, sejujurnya ia tidak boleh mati.
Bahkan jika aku bisa membuat kisahnya
Menjadi hidup kembali,
Aku bisa seperti Tuhan,
Bisa!
Sungguh!
Tapi,
dia tetap saja diam...
Demi
Tuhan, demi Allah yang mendengar
Semua
tangis pecinta Palestina,
Janganlah
Kau buat ia mati,
Kumohon, hidupkan ia,
Agar aku bisa menuliskan kembali,
Kisah hidup si gadis kecil di tepian itu
Kabulkan doaku, Ya Tuhanku...
-(Moniroth dalam tangis)-
Narator :
3 Juni 2011, Jabaliyah.
“Tidak ada yang jauh lebih besar dari
kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan kembali kehidupan Palestine
untuk kedua kalinya. Tidak ada selain Dia. Melihat kembali gadis kecil itu
bangkit dari kematian walau tubuhnya masih terlalu lemah. Ini adalah keajaiban!
Benar-benar keajaiban! Tetapi, peristiwa itu rupanya tak lagi membuat
Palestineku kuat seperti dulu. Tubuhnya terlalu ringkih dan menjadi pendiam. Ia
tidak ingin bicara jika tidak diajak bicara, seperti tidak ada lagi tujuan
hidupnya selepas ia berkata bahwa ayahnya telah mati dibantai anjing liar, di
Maskobeyya, Israel. Sungguh itu merupakan duka nestapa yang amat dalam. ”
Dialog 1
Sore hari, ketika kondisi tubuh Palestine
membaik, ia dan Moniroth, sedang duduk menghadap kamp pengungsian Jabaliyah.
Palestine masih enggan untuk banyak bicara. Kemudian Yanaan datang menemani
Palestine disaat Moniroth pergi mengambil air minum dalam kemasan untuk
Palestine.
Moniroth :
Kau haus Palestine? (Memperhatikan Palestine yang sedari tadi hanya memandangi
sepatunya)
Palestine :
(Hanya mengangguk lemah)
Monirotsh :
Baiklah, Ah! Itu dia Yaanan. (Melambai pada Yaanan yang sedang berbicara kepada
seseorang)
Yaanan :
(Mendekat) “Ada apa?”
Moniroth :
“Tolong temani Palestine, aku mau kesana” (Menunjuk kearah dapur umum)
Yaanan :
“A..aa” (Gugup) “Ya”
(Moniroth pergi dan Yaanan duduk agak jauh
dari Palestine.)
Yaanan :
(Setelah terdiam agak lama) “Kau masih membenciku?”
Palestine :
(Diam, melihat kearah Moniroth yang sedang mengambil sesuatu)
Yaanan :
“Palestine, masihkah kau ingat cerita tentang kemenangan Salahuddin al-ayyubi
dan pasukannya pada perang salib? (Melirik Palestine) Sungguh
menakjubkan bukan? (Menghela nafas, menggenggam
jemarinya)
Aku yakin, islam akan menang! Pejuang Palestina akan menang!” (Melihat kearah
Palestine yang masih bungkam)
Yaanan :
“Palestine?” (Mengela nafas. Yaanan melihat Moniroth telah kembali, iapun
beranjak pergi.)
Palestine :
“Tunggu” (Palestine tersenyum lebar) “Aku suka kisah itu dan tentu saja kita
akan menang, ”
Yaanan :
“A..apa?”
(Moniroth datang dan memberikan minuman pada
Palestine)
Palestine :
“Terima kasih, Moniroth”
Yaanan :
(Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tersenyum) “Aku pergi dulu,
Assalamu’alaikum”
(Moniroth dan Palestine menjawab salam Yaanan
bersamaan)
Moniroth :
“Dia begitu gugup padamu, Palestine” (Memperhatikan Yaanan dari kejauhan)
Palestine :
“Mungkin. Aku tidak begitu peduli”
Moniroth :
(Tertawa, kemudian nada suaranya berubah serius) “Besok aku akan pulang ke
negaraku, ada hal yang harus aku selesaikan”
Palestine :
“Apa? Berarti kau akan meninggalkanku?”
Moniroth :
“Tidak, Palestine. Suatu saat aku akan kembali”
Palestine :
“Kau bohong! Kau tidak akan kembali! Hidup di tengah perang memangg menakutkan
bagi kalian, tapi hal itu sudah biasa bagi kami”
Moniroth :
“Bukan, aku tidak takut.”
Palestine :
“Terserah kau. Pada akhirnya aku juga akaan kehilangan teman sepertimu”
Moniroth :
“Tenanglah, Palestine. Akan ada seseorang yang menggantikan tugasku untuk
melindungimu”
Palestine :
(Diam)
Moniroth :
“Namanya Khalifah Al-Barra”
Palestine :
“Aku tidak butuh dia!” (Berlari meninggalkan Moniroth yang masih menatapnya
sedih)
Dialog
2
Moniroth membawa seorang pemuda dari Gaza
city untuk mendampinginya mengurus keperluan para pengungsi di kamp Jabaliyah.
Mereka baru saja selesai beradu mulut dengan petugas keamanan Israel yang
berjaga di perbatasan Nahal Oz, mereka meminta persediaan bahan bakar minyak
untuk para pengungsi di kamp Jabaliyah tetapi para tentara itu berusaha
menghalanginya.
Moniroth :
“Mereka memang bengis! Tidak berkeperikemanusiaan!” (Umpat Moniroth dengan
geram sambil
berjalan menuju kamp bersama pemuda yang bernama Khalifah
Al-Barra)
Khalifah :
“Ya, Orang tuaku mati dibantai oleh militer Israel yang biadab. Saat berusia
sepuluh tahun, aku
diasuh oleh keluarga ayahku hingga umurku enam belas
ini.Jika dulu ayahku tidak menyembunyikanku
dalam
lemari, mungkin aku juga sudah mati”
Moniroth :
(Melirik Khalifah) “Kita berhenti sejenak” (Mengajak Khalifah beristirahat di
bangku jalan). “Kau termasuk pemuda yang kuat. Apa tujuanmu kedepan nanti?”
Khalifah :
(Tersenyum) “Menjadi Hamas”
Moniroth :
(Kaget) “Apa?”
Khalifah :
(Menoleh pada Moniroth yang terkejut) “Kenapa?”
Moniroth :
“Ah. Tidak. Aku hanya tidak habis pikir, kenapa kau malah berusaha untuk
membahayakan dirimu dengan menjadi Hamas?.”
Khalifah :
(Tertawa) “Di tanah Palestina ini, tidak
ada satupun orang asing dari negeri lain sanggup menerima tujuan hidup pemuda-pemuda
Palestina. Kami telah kuat dan terbiasa menghadapi penindasan dari kaum Bani
Israel”
Moniroth :
“Tidak adakah keinginanmu untuk mendapatkan masa depan dengan keluarga yang
utuh dan meneruskan generasimu?”
Khalifah :
(Tertawa) “Penduduk di Gaza harus selalu bersiap-siap untuk mati. Siapa tahu
hari ini aku hidup, besok tiba-tiba kau temukan mayatku dihadapanmu. Kita tidak
akan pernah tahu”
Moniroth :
“Beruntunglah kau terlahir sebagai laki-laki dan memiliki kekuatan untuk
melawan, tidak seperti gadis kecil yang satu itu, Palestine”
Khalifah :
“Siapa? Palestine?”
Moniroth :
“Ya, Tolong lindungi dia selama aku pergi meninggalkan Palestina”
Khalifah :
“Insya Allah”
Moniroth :
(Bangkit, melihat mobil pengangkut gallon air berhenti) “Pergilah kesana dan
bantu turunkan gallon air itu. Aku akan berpamitan pada Palestine,
sebentar kau antarkan aku ke bandara.
Aku akan pulang ke negeriku”
Khalifah :
(Tersenyum dan mengangguk)
Dialog
3
Khalifah sedang menunggu Moniroth sambil mengangkut
gallon air diatas sebuah mobil pikap. Yaanan melihat sosok
Pemuda yang tidak dikenalnya itu, lantas Yaanan
mendekatinya.
Yaanan :
“Siapa namamu?” (Nada ketus)
Khalifah :
(Tidak memperhatikan dan mendengarkan pertanyaan Yaanan)
Yaanan :
“Hei, apa kau tuli? Siapa namamu?” (Mengeraskan suaranya)
Khalifah :
(Berbalik menghadap kearah Yaanan) “Assalamu’alaikum, Sahabat. Namaku Khalifah
Al-Barra. Kenapa kau tidak memberi salam terlebih dahulu?”
Yaanan :
(Mengangkat bahu) “Kau orang baru yah?”
Khalifah :
“Memangnya kenapa? Aku lama di Gaza”
Yaanan :
“Siapa yang membawamu kemari?”
Khalifah :
“Moniroth”
Yaanan :
“Kenapa dia tidak bilang kalo akan membawamu kemari?”
Khalifah :
(Tersenyum kecut) “Maaf, aku harus pergi mengantar Moniroth”
Yaanan :
“Kau mau pergi kemana?”
Khalifah :
“Kurasa kau tidak perlu tahu semuanya. Kalau kau mau tau, kau tanyakan saja
pada Moniroth langsung. Aku tidak suka terlalu banyak bicara.”
Yaanan :
(Geram) “Kau..”
Khalifah :
(Pergi meninggalkan Yaanan)
Dialog
4
Palestine mendekati para tentara Israel di daerah
perbatasan. Ditangannya tergenggam sebongkah batu, dan disakunya
Terselip sepucuk surat untuk salah satu dari tentara
Israel itu, Hebrew. Palestine sangat membencinya, manusia biadab
yang tidak memiliki hati nurani. Hebrew lah yang begitu
keji membunuh penduduk Palestine, entah itu anak-anak ataupun
wanita. Bahkan Ia hampir membunuh Palestine dengan
menembak dadanya hingga Palestine mati suri.
Palestine :
“Kau lihat Hebrew?”
Benjamin :
“Untuk apa kau mencarinya? Siapa namamu?” (Menatap bingung Palestine)
Palestine :
“Namaku Palestine”
Benjamin :
“Kau sungguh bernyali, datang kemari sendirian. Kau tidak takut kami
menembakimu?”
Palestine :
“Aku tidak takut! Berikan ini padanya” (Memberikan surat itu pada tentara
Israel)
Benjamin :
“Apa ini? Surat?” (Tertawa) “Lelucon apa ini?”
Palestine :
(Mundur) “Berikan saja padanya. Dan ini untuk kalian, Rasakanlah!” (Melempar
bongkahan batu yang dari tadi digenggamnya kearah tentara Israel, lalu berlari
menuju kamp penngungsian)
Benjamin :
“Sial!” (Melindungi diri dari lemparan batu Palestine)
(Benjamin mendatangi Hebrew sambil membawa surat yang
diberikan oleh Palestine)
Benjamin :
“Ada surat untukmu, dari Palestine”
Hebrew :
“Gadis itu?” (Membaca Surat) “You must die, Hebrew! I’ll Kill you!!!!!
Palestine, the girl from Gaza” (Meremas surat) “Sial! Beraninya dia”
Benjamin :
(Tertawa) “Hati-hatilah, kurasa dia benar-benar dendam dan ingin membunuhmu”
Hebrew :
“Palestine, jika nanti aku bertemu denganmu, aku tidak segan-segan lagi untuk
menembakmu berkali-kali. Karena aku akan menembak tepat di kepalamu. Lihat
saja!”
Dialog
5
Palestine berdiri diatas bukit Jabaliyah, Ia
menggenggam sebuah batu ditangan kanannya.
Palestine :
“Apakah seorang perempuan juga dilarang berkumpul dengan pemuda-pemuda
intifada? Jika begitu, apa gunanya aku! Aku tidak sudi jika tidak bisa membalas
orang-orang yahudi itu dengan tanganku!”
(Yaanan datang dan berdiri dibelakang Palestine)
Yaanan :
“Palestine, demi kebaikanmu taatilah.”
Palestine :
“Yaanan? Kenapa kau kemari?” (Geram) “ Kau juga melarangku?”
Yaanan :
Allahu Akbar! Itu terlalu berbahaya bagimu. Biarlah kami para pemuda yang
membalaskan darah orang-orang Palestina yang mereka bunuh!”
Palestine :
“Aku tidak takut!”
Yaanan :
“Tidakkah dua kali kematianmu masih tidak membuatmu tersadar?”
Palestine :
“Kenapa kau berkata seperti itu?”
Yaanan :
“Maafkan aku, Palestine. Tapi kau adalah perempuan, kau tidak perlu ikut”
Palestine :
“Tidak.. Aku ingin ikut rombongan intifada! Aku ingin membalas mereka atas
darah ibu dan ayahku!”
(Menangis)
“Kau tahu kan betapa biadabnya orang-orang Israel itu! Aku menyaksikan sendiri
ayahku meninggal secara mengenaskan. Anjing – anjing mereka telah,.. telah,
memakan ayahku!”
Yaanan :
“Palestine, jangan menangis.”
(Tiba-tiba datang Khalifah al-Barra memberi
sapu tangan pada Palestine)
Khalifah :
“Kalau kau menangis, sedialah sapu tangan”
Palestine :
(Terkejut) “Apa ini? Kau siapa? ”
Khalifah :
(Tersenyum lalu pergi)
Palestine :
“Siapa dia?”
Yaanan :
(Memalingkan wajahnya) “Dia Khalifah Al-Barra, Moniroth yang membawanya”
Palestine :
(Diam, beranjak pergi) “Aku pergi dulu, Assalamu’alaikum”
Yaanan :
(Menjawab salam Palestine)
Dialog
6
Palestine baru saja selesai berwudhu, ia hendak
mengerjakan shalat ashar. Khalifah Al-Barra telah menunggunya di pintu mesjid.
Palestine :
“Kau?” (Dengan nada ketus)
Khalifah :
“Assalamu’alaikum, aku Khalifah Al-Barra. Ada yang ingin kusampaikan padamu”
Palestine :
“Wa’alaikumsalam. Katakanlah cepat! ”
Khalifah :“Maaf
aku mengganggumu sebentar. Aku ingin bertanya padamu, apakah kau masih ingin
memperjuangkan Palestina dan dendammu karena kematian seluruh anggota
keluargamu, Palestine?”
Palestine :
“Ya, sangat”
Khalifah :
“Aku akan menunjukkan padamu tentang jalan itu”
Palestine :
“Apa itu? Katakanlah cepat karena kau telah membuang waktuku! Jangan membuatku
penasaran”
Khalifah :
“Temui aku besok pagi diatas bukit itu!” (Berlari meninggalkan Palestine)
Palestine :
(Membuang muka dan bergegas masuk ke mesjid)
Dialog
7
Diatas sebuah bukit, Khalifah Al-Barra membawa seorang
teman dari kamp pengungsian Ash Shati’, Gaza. Ia hendak
Mengenalkan Palestine pada lelaki berusia dua puluh tahun
itu. Namanya Muslim. Kemudian Palestine datang
Menghampiri mereka.
Muslim :
“Apa kau yakin akan melakukannya?” (Menepuk pundak Khalifah)
Khalifah :
“Ya, Aku yakin.” (Menendang batu kecil dihadapannya)
Muslim :
“Tapi, bukankah relawan rusia itu pernah memintamu untuk menjaga gadis itu?”
Khalifah :
“Ya..”
Muslim :
“Apa kau tidak sayang jika dia nanti terbunuh? Seharusnya perempuan Palestina
akan melahirkan keturunan hebat bangsa
kita! Mungkin kita bisa memakai cara lain?”
Khalifah :
“Ya! Pada akhirnya aku akan mati dalam perjuangan kali ini ”
Muslim :
“Aku juga. Aku akan memerangi orang-orang Israel itu! Allahu Akbaru! Kita akan
berjihad melawan mereka!”
Khalifah :
“Dan darah ini akan menjadi saksi dihadapan-Nya”
Muslim :
“Apa gadis itu akan datang?”
Khalifah :
“Tentu saja”
Muslim :
“Khalifah, gadis itu akan menjadi ibu bagi keturunan hebat bangsa Palestina”
Khalifah :
(Tersenyum tipis) “Ya, jika dia tidak mati terbunuh”
Muslim :
“Karena itu kau harus menjaganya! Gadis itu harus menjadi milikmu. Palestine
harus melahirkan anak-anak dari Khalifah Al-Barra”
Khalifah :
(Hanya tertawa)
(Palestine datang dan mengamati keadaan)
Muslim :
“Kau tidak salah memilihnya” (Melempar senyum kepada Palestine)
Khalifah :
(Melirik sekilas pada Muslim) “Palestine, kau sudah datang?”
Palestine :
“Hei, Khalifah! Aku sudah datang, Katakan apa yang ingin kau katakan”
Muslim :
(Tersenyum) “Kau adalah gadis pemberani”
Khalifah :
“Pikirkanlah, Palestine. Apakah kau mau ikut bersama kami untuk berjihad
melawan Tentara-tentara Bani Israel? Kami akan melakukan aksi bom bunuh diri.
Jika kau bersedia, kita akan berangkat besok sore ke daerah perbatasan Nahal
Oz. Inilah kesempatanmu untuk membalas mereka!”
Muslim :
“Pikirkanlah baik-baik, Palestine. Ini mungkin berat bagimu”
Palestine :
“Seorang Palestine yang terlahir di bumi Palestina. Tak akan pernah menjadi
seorang pecundang setitik pun”
Muslim :
“Bagus, Palestine! Seandainya saja dari awal kau terlahir menjadi seorang
laki-laki, semua kaum Bani Israel pasti akan takut karena keberanianmu itu!
Baiklah, apakah kau memiliki sasaran yang ingin kau tuju nanti?”
Palestine :
“Ya,”
Khalifah :
“Siapa dia?”
Palestine :
“Hebrew”
Dialog
8
Palestine dibawah bulan purnama malam itu,
berdiri menghadap langit. Keputusan yang berat telah menunggunya.
Palestine :
“Namaku Palestine, saat ini, aku sedang
berada di dalam sebuah dilema. Perjuangan ini harus kuteruskan ataukah aku
tetap menjadi diam, seperti gadis-gadis lainnya yang diminta untuk berlindung
saja di dalam kamp pengungsian selama bertahun-tahun lamanya, lalu memberikan
keturunan yang banyak untuk generasi Palestina.
Aku diminta untuk melakukan aksi jihad bom
bunuh diri. Untuk membunuh tentara-tentara Israel itu. Suatu hal yang terdengar
menakutkan. Dan tamatlah sudah usiaku. Berakhir. Saat bom itu berhasil
menghancurkan tubuhku menjadi berkeping-keping, terpotong-potong, tak
terkendali, dan mati untuk yang ketiga kalinya.
Kali ini, pasti aku benar-benar mati. Tidak
lagi mati suri karena tubuhku sudah hancur, bercampur dengan udara, darah, dan
tangisan. Darah Palestine di tanah Palestina.
Haruskah aku menerimanya? Ayah...,
keturunanmu habis sampai disini. Habis pada Palestine. Tapi akhirnya aku bisa
membalas mereka! Kebengisan mereka! Untukmu, ayah.. Untuk para pejuang
Palestina. Allahu Akbar...!”
Dialog
9
Sderot, Israel.
Duka menyelimuti langit Sderot-Israel malam
hari itu. Beberapa jenazah tentara Israel yang tewas terkena ledakan bom
rakitan dari pejuang Palestina baru saja didatangkan dari rumah sakit untuk
diautopsi. Para pejuang intifada telah berhasil membunuh tentara yahudi itu.
Sedang Moniroth kembali ke Palestina, ia hendak member kabar bahagia bagi
Palestine bahwa ia telah menemukan bibi Palestine dan Palestine akan hidup
bahagia bersama bibinya di Yordania nanti.
Moniroth :
(Menjatuhkan tas jinjingnya di atas tanah) “Aku merindukan tanah Palestina, dan
aku sangat merindukan Palestineku. Ku harap kau akan bahagia tinggal bersama
bibimu. Sejenak menenangkan diri dari duka yang menyelimutimu. Menjauh dari
denting bom dan rudal yang selalu mengintai nyawamu”
Dialog
10
Yaanan berdiri di atas bukit. Hari ini
Palestine telah pergi meninggalkan Palestina. Moniroth telah membawanya pergi.
Ia menghela nafasnya begitu dalam.
Yaanan :
“Palestine, kudoakan agar kau tetap selamat dan terlindungi selama beberapa
waktu, juga untuk
melupakan
derita hidup yang pernah kau alami. Berbahagialah, Palestine. Nikmatilah
saat-saat berhijrah. Sampai kau datang kembali ke tanah ini dengan mental yang
tak lagi rapuh. Menjadi sosok Palestine yang lebih kuat. Aku akan menunggumi,
dan terus berjuang Allah dan demi tanah Palestina.”
EPILOG
Aku
Palestine... Aku hanya tidak ingin membuat semua orang sedih atas kepergianku
kali ini. Sejujurnya, aku tidak mau! Benar-benar tidak ingin meninggalkan tanah
kelahiranku dan menuruti permintaan Moniroth, Ketua Fasakh, bahkan Pimpinan
Hamas itu sendiri. Untuk apa jika aku harus meninggalkan semua yang kusayangi
dan kucintai di Jabaliyah?
Bukit
jabaliyah, kamp, Madinat al’Awda, Gaza,.... Kotaku tercinta. Tapi mereka
mengharapkan keselamatanki. Dan ingin agar aku tak terluka seperti dulu. Aku
akan hidup di negeri orang, disebuah tanah asing yang sebelumnya tak pernah
kupijak. Meninggalkan dua pemuda yang akhirnya kutahu menaruh hati padaku.
Yaanan,
dan Khalifah al-Barra, juga ingin melindungiku agar aku tetap selamat dari
kekejian Israel. Atas nama Palestine. Tapi aku janji akan kembali dalam waktu
dekat ini. Dan, kembali mencium tanah Palestina, tanah kelahiranku yang amat
berat kutinggalkan.
Dan,
aku mendapatkan sebuah kabar bahwa tentara Israel yang paling kubenci itu,
Hebrew, telah mati. Mati di tangan Muslim, seorang pejihad yang sangat baik
hati padaku. Mewakiliku untuk memusnahkan sosok tentara yang sombong, angkuh,
seolah tak akan pernah binasa.
Moniroth
semakin lemah dan letih, ia mengantarku ke rumah bibiku di Yordania. Sementara,
kulihat Yaanan sedang tersenyum dan melambai tangan padaku. Yaanan. Tapi, aku
tidak melihat sosok Khalifah al-Barra. Kemana dia pergi? Selepas kejadian baku
tembak di perbatasan Nahal Oz, aku tak pernah menemuinya. Dia menghilang
selepas Moniroth datang. Atau jangan-jangan, ia disembunyikan Moniroth?
Entahlah.
Kurasa mungkin tugas Khalifah untuk menjagaku sudah selesai karena Moniroth
juga telah kembali. Saat itu, aku bertanya pada Moniroth tentang siapa
sebenarnya Khalifah al-Barra dan kenapa ia seperti angin yang datang dan pergi?
Moniroth
menjawab dengan senyumnya, “Khalifah adalah seorang malaikat pelindungmu. Dia
masih ada disekitarmu dan didekatmu, Palestine.”
Monirotth
juga terus menggodaku, siapa yang kupilih di antara dua pemuda itu, membuat
pipiku memerah rona dan tersipu-sipu. Siapa ya? Yaanan atau Khalifah? Mungkin
nanti jika aku telah kembali ke Palestina lagi, aku baru bisa menjawabnya.
Yang
pasti, sosok pemuda itu adalah yang pertama kali kukenal saat aku menderita dan
menangis. Tapi, hati manusia siapa yang tahu. Mungkin pula bisa berubah dengan
cepat. Hanya Allah yang tahu, karena Dia-lah sang pemilik hati manusia. Duhai
Dzat yang membolak-balikkan hati manusia.
Palestina,
tunggu aku! Dan teruslah berjuang.
*********************
Tugas Bahasa Indonesia di kelas XI-SMAN 1 Pomalaa, disuruh buat drama dari novel :)